BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Akhir – akhir ini para pelajar tidak mengetahui apabila mengenal Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang.
. Maka sebab itu penulis membuat karya rincian novel supaya pelajar bisa mengetahui dan mengenal novel tersebut.
1.2 MASALAH
Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang adalah novel yang sangat langkah dan jarang di mengerti oleh kalangan pelajar.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa kalangan pelajar tidak mengetahui novel – novel terbitan lama?
2. Bagamana caranya agar pelajar mau menyukai novel – novel terbitan lama?
1.4 TUJUAN MASALAH
Penulis mengapresiasikan Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang bertujuan agar pelajar dapat memahami isi dari novel tersebut dan melengkapi syarat untuk ujian praktek tahun ajaran 2009 / 2010.
1.5 METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data ini menggunakan kajian pustaka dan dari internet serta buku - buku.
1.6 MANFAAT PENULISAN
Memberikan ilmu tentang Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Karya ini disusun dalam bentuk – bentuk BAB.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN ISI
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN DAN ISI
Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang
Berjudul Layar Terkembang
2.1 SINOPSIS
Roman Layar Terkembang menceritakan perjuangan wanita Indonesia beserta cita-citanya. Dua gadis bersaudara memiliki perangai yang berbeda. Maria adalah seorang dara yang lincah dan periang, sedang Tuti selalu serius dan aktif dalam kegiatan wanita. Maria memiliki badan yang ramping, ia baru berusia dua puluh tahun dan sekolah di H.B.S Carpentier Alting Stichting kelas penghabisan. Tuti adalah kakak dari Maria, badannya tegak dan agak gemuk. Ia telah berusia dua puluh lima tahun dan menjadi guru di Sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka adalah anak Raden Wiriaatmaja , mantan wedana di daerah Banten dan ketika pensiun pindah ke Jakarta.
Pada hari minggu, kedua bersaudara itu pergi melihat-lihat akuarium di pasar ikan. Ketika sampai di tempat tujuan, Maria kagum melihat ikan-ikan yang indah permai. Maria adalah seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Ia cepat mengungkapkan perasaannya, baik perasaan senang maupun sedih. Berbeda dengan kakaknya, Tuti bukan seorang yang mudah kagum dan heran melihat sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia merasa pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu yang ingin dicapainya. Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri, oleh karena itu ia jarang memuji.
Perbedaab sifat dan tingkah laku yang seperti siang dan malam itu tidak mengganggu tali ikatan persaudaraan mereka. Ibu mereka telah meninggal dua tahun yang lalu, sehingga mereka tinggal bertiga dengan ayah mereka. Setelah beberapa lam mereka asyik melihat-lihat ikan lalu keluarlah mereka. Ketika daun pintu yang besar dibuka oleh mereka, terlihat laki-laki muda mengangkat kepalanya melihat kearah mereka. Beberapa lama gadis itu berjalan-jalan di beranda akuarium mengamatiikan-ikan yang aneh yang tersimpan dalam kaca dan botol. Mereka akhirnya berjalan menuju tempat sepeda mereka masing-masing. Ketika itu, keluarlah pemuda dari dalam dan menghampiri kedua gadis itu sebab sepedanya terletak dekat dengan sepeda mereka. Akhirnya mereka berkenalan dengan pemuda tersebut yang ternyata bernama Yusuf.
Yusuf adalah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan. Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran,yang pada masa lalu dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Ia tinggal bersama saudaranya yang tinggal di Sawah Besar di Daerah Jawa.
Sejak perkenalan itu, Yusuf tidak berhenti-hentinya memikirkan Tuti dan Maria. Namun yang lebih ia pikirkan adalah Maria. Maria telah menarik hatinya. Muka Maria lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum. Di jalan Gang Heuber turun seorang anak muda dari sepeda, ia adalah Yusuf. Dalam sepuluh hari, ia telah lima kali datang ke rumah R.Wiriaatmaja. Setiap pagi ia menunggu Maria di depan Alaidruslaan dan dari sana mereka bersama-sama pergi ke sekolah. Tuti dan Ayahnya merasa bahwa Maria dan Yusuf sedang jatuh cinta.
Yusuf berkunjung ke rumah wiriaatmaja. Kedatangannya disambut dengan lemah lembut dan hormat. Setelah meletakan sepedanya, Yusuf duduk bersama Tuti dan Maria. Tidak berapa lama mereka berbincang-bincang, kemudian terlihat seorang laki-laki yang kira-kira tiga puluh lima tahun usianya turun dari delman dan masuk ke pekarangan menuju ke meja tempat ketiga anak muda itu duduk. Ternyata yang dating adalah parta. Ia adalah adik ipar dari Wiriaatmaja. Lalu ia pun duduk bersama mereka. Tak berapa lama datanglah Wiriaatmaja menghampiri mereka. Wiriaatmaja terlihat sangat bahagia menyambut kedatangan iparnya itu. Merekapun berbincang-bincang, didalam perbincangannya Partadiharja mengeluh tentang adiknya yang bernama saleh yang bekerja di kantor justisi sebagai ajun komis yang gajinya lumayan besar, tiba-tiba mengundurkan diri tanpa alas an yang jelas dan tanpa sepengetahuan famili terlebih dahulu. Tuti memberikan pendapat yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula namun hal tersebut malah menjadi pertentangan antara Tuti dengan Parta. Akhirnya Tuti memutuskan untuk diam karena ia tahu bahwa pertentangannya itu tidak akan mendatangkan atau membuahkan hasil malah mungkin ia akan dibenci oleh pamannya tersebut. Tak berapa lama senjapun mulai terlihat, partadiharja pun pulang. Dan ketika beduk magrib berbunyi, Wiriaatmaja masuk meninggalkan ketiga anak muda yang berada di halaman untuk pergi sembahyang. Setelah kepergian Wiriaatmaja, merekapun berbincang-bincang tentang agama, yang ujung-ujungnya terjadi pertentangan antara ketiganya namun pertentangan tersebut tidak brlangsung lama karena terdengar bunyi langkah kaki Bapaknya. Karena mereka tidak mau ada pertengkaran dengan Bapaknya maka iapun memutuskan untuk mengakhiri perbincangan tentang agama tersebut.
Setelah sejam lamanya keempat orang tersebut becakap-cakap tentang bebagai topik maka kira-kira pukul delapan, Yusuf pamit untuk pulang.
Yusuf berlibur ke rumah orang tuanya di mertapura untuk melepas lelah setelah ujian kedokteran. Selama di Mertapura Yusuf berkirim-kiriman surat dengan Maria. Yusuf menceritakan pengalamannya selama di Mertapura dan Maria menceritakan keadaannya yang kesepian ditinggalkan saudaranya pergi menghadiri kongres. Seiring berjalannya waktu, timbullah benih-benih cinta antara Maria dan Yusuf. Merekapun saling berjanji akan menikah di kemudian hari. Hal tersebut diceritakan oleh maria kepada Tuti dan Rukamah sepupu maria.
Dinding Gedung Permufakatan berat berhias daun kelapa dan daun beringin, disela-sela kertas merah putih. Di dinding sebelah kanan nyata jelas tersusun huruf “Pemuda Baru”, dan di sebelah kiri tertulis “Kongres Kelima”. Bau daun yang segar memenuhi seluruh ruangan yang girang gembira dan terlihat cahaya lampu listrik yang terang benderang. Di depan ruang itu terdapat layer berwarna ungu berombak-ombak.
Dari pintu yang terbuka lebar terlihat orang - orang yang berdatangan tiada henti-henti. Makin banyak orang yang duduk di kursi dan bangku yang tersusun di dalam gedung, diluar masih banyak terlihat orang-orang berduyun-duyun datang dari jalan raya Dari pintu bawah sebelah kanan, masuklah Maria kedalam ruangan lalu ia naik ke anak tangga dan mencari-cari Yusuf dan Tuti. Setelah Yusuf terlihat olehnya, maka dengan cepat ia memanggilnya untuk bersiap-siap memulai pertunjukkan.
Pukul delapan datanglah seorang anak muda keluar dari belakang layer. Dengan suara nyaring, ia memberi sambutan kepada penonton dan membacakan keputusan kongres. Ia juga memberitahu bahwa akan ada pertunjukkan yang diharapkan dapat menjadi kenang-kenangan yang indah dan tak terlupakan. Lalu ia pun kembali ke belakang layer.
Tak berapa lama setelah ia kembali kebelakang layar yang tertutup, diiringi oleh tepuk tangan yang ramai, maka terbukalah layar yang ungu berombak-ombak tersebut. Ketika itu juga, padamlah lampu dalam gedung itu dan di atas podium terpasang cahaya biru, amat dahsyat sehingga menyinari pemandangan yang permai dan memikat itu.
2.2 KUTIPAN
• Alinea 2 halaman 1 : Gadis berdua itu adik dan kakak, hal itu terang kelihatan pada air mukanya.
• Alinea 3 halaman 1 : Tuti yang tertua diantara dua saudara itu, telah dua puluh lima tahun usianya, sedang adiknya Maria baru dua puluh tahun.
• Alinea 3 halaman 2 : Sekian perkataan itu melancar dari mulutnya sebagai air memancar dari celah gunung.
• Alinea 5 halaman 2 : Air mata dan gelak berselisih di mukanya sebagai siang dan malam.
• Alinea 5 halaman 2-3 : Yang lain perempuan dalam arti penjelmaan pancaran siang dan malam yang tiada terhambat-hambat, berlimpah-limpah menggenangi segala sesuatu disekitarnya dengan kepenuhan kalbunya. Bagi Maria sendiri yang masih sebagai anak burung mengepak-ngepakan sayap, belum mendapat tempat bertengger, pimpinan Tuti yang tiada dinyatakan benar kepadanya itu terasa sebagai keamanan.
• Alinea 1 halaman 3 : Mereka mendapat, merapat digerakkan oleh suatu gerak yang tiada terkaji, seperti anak ayam berkumpul pada induknya digerakkan oleh sesuatu tenaga yang tiada dapat diketahui.
• Alinea 5 halaman 11 : Tuti yang mengatakan bahwa tiap-tiap manusia harus menjalankan penghidupannya sendiri, sesuai dengan deburan jantungnya, bahwa perempuanpun harus mencari bahagianya dengan jalan menghidupkan sukmanya
• Alinea 4 halaman 12 : Yusuf ialah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan.
• Alinea 11 halaman 17 : Bangsa kita haus akan pengajaran dan sebenarnya berbahagialah orang yang dapat serta membantu mempersembahkn air kepada orang berjuta yang kehausan.
• Alinea 3 halaman 29 : Agama itu dikerjakan apabila tak ada suatu apa lagi diharapkan dari hidup ini. Jika sudah putusasa akan hidup, barulah mencari agama. Pada agama diredakannya, perasaan takutnya akan mati, yang datang mendekat tiada terelakan lagi. Tak perduli ia tiada diketahuinya, yang oleh karena itu baginya mengandung rahasia itu, diredakannya perasaan takutnya akan rahasia mati yang nyata kelihatan kepadanya mengancamnya. Agama yang serupa itu, masakah ia akan dapat menarik pemuda-pemuda yang belum merasa kecemasan akan mati, yang masih penuh harapan menghadap hidup?
• Alinea 3 halaman 31 : Kalau saya akan memegang agama, maka agama itu ialah yang sesuiadengan akal saya, yang terasa oleh hati saya. Agama yang lain dari itu, saya anggap seperti bedak tipissaja, yang luntur kena keringat
2.3 ANALISIS INTRINSIK
1. Tokoh dan Penokohan
Tuti : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang
aktif dalam berbagai kegiatan wanita,selalu serius,jarang memuji,pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu.
Maria : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang
mudah kagum,mudah memuji dan memuja,lincah dan periang.
Yusuf : Seorang pemuda terpelajar yang modern. Ia adalah
mahasiswa kedokteran. Sifatnya baik hati dan berbudi luhur.
Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang
memegang teguh agama,baik hati dan penyayang.
Partadiharja : Adik Ipar Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan peduli antarsesama.
Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat
peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani.
Ratna : Istri saleh, Seorang petani yang pandai dan baik hati.
2. Tema : Perjuangan Wanita Indonesia
Roman ini memperkenalkan masalah wanita Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah lain yang dipersoalkan dalam roman ini, yaitu masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah agama. Roman ini menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti.
3. Amanat atau Pesan
Cinta dan pengorbanan kadang selalu berjalan seiring.
Dibalik kelebihan seseorang terdapat kelemahan.
Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
4. Latar / Setting ;
• Gedung Akuarium di Pasar Ikan,
• Rumah Wiriaatmaja,
• Mertapura di Kalimantan Selatan,
• Rumah Sakit di Pacet,
• Rumah Partadiharja,
• Gedung Permufakatan.
• Waktu : Tahun 30-an
5. Alur : Maju
Karena dalam cerita tidak ada yang menceritakan kemasa lampau.
6. Sudut Pandang : Orang ke-3 yang ditandai dengan menggunakan
nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya.
7. Gaya Penulisan : Romantisme
Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
2.4 KAITAN TEMA KARYA DENGAN ZAMAN.
Dalam novel ini diceritakan tentang kaum wanita yang mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya yang mempunyai wawasan luas dan bercita-cita tinggi. Hal tersebut sesuai dengan zaman pembuatan novel ini yang kala itu gelora Sumpah Pemuda masih bergema. Baik kaum pria maupun wanita aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Disini berbagai macam pengamatan terhadap karya novel berupa novel angkatan Balai Pustaka tersebut saya menyimpulkan bahwa tidaklah mudah untuk melestarika serta mengapresiasikan sebuah karya sastra yang berupa novel sangat memerlukan kejerlian.
Tetapi dari mengapresiasikan novel kita dapat mengetahui isi novel dan mempelajari dan meneladani hal-hal dari novel tersebut.
3.2 SARAN
Sebaiknya dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, sebagai generasi penerus kita harus melestarika karya sastra lama. Karena sekarang sedikit orang yang tertarik oleh karya sastra lama karena tergeser oleh karya modern yang lebih menarik perhatian orang.
DAFTAR PUSTAKA
2005.BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNTUK SMP/MTS KELAS IX.PEKANBARU:PT Sutr Benta Perkasa Departemen Pendidikan Nasional.2007 KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA.Jakarta:Balai Pustaka
Ambary,Abdullah.H.Drs,Aripin.zenal.S.pd.J.B
http://kd-sumedang.upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=96:sutan-takdir-alisyahbana-layar-terkembang&catid=51:apresiasi-sastra&Itemid=75
KARYA SUTAN TAKDIR ALISYAHBANA YANG
BERJUDUL LAYAR TERKEMBANG
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI TUGAS BAHASA INDONESIA SEBAGAI SYARAT MENGIKUTI UJIAN UAN
OLEH :
NAMA : KEVIN LILIA C.
NIS : 2533
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 CLURING
Jalan Kerinci Tamanagung – Cluring Telp (0333) 397688
Banyuwangi
2009 / 2010
LEMBAR PENGESAHAN
DISETUJUI
GURU PEMBIMBING KEPALA SEKOLAH
KELAS IX F SMP NEGERI 2, CLURING
SUKITRI, S. Pd SENO, S. Pd. M. Pd
PENYUSUN
KEVIN LILIA C.
NIS. 2533
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah diberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyusun Tugas Bahasa Indonesia mengapresiasi Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang. Tujuan diberikan tugas ini adalah sebagai syarat mengikuti Ujian praktek. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu baik moral atau material untuk terselesainya tugas ini di antara lain kepada :
1. Kepada Kepala Sekolah
2. Kepada guru pembimbing yang ada di sekolah
3. Kepada kedua orang tua dan
4. Kepada teman – teman yang tidak bisa disebut satu demi satu.
Penulis berharap dengan adanya tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari sepenuhnya dalam karya tulis ini bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan serta masih jauh dari sempurna, hal itu terjadi karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu dengan rendah hati penulis mohon kritik dan saran yang membangun dalam membentuk karya demi kebaikan di masa depan.
Cluring, 09 April 2010
KEVIN LILIA C
Nis : 2533
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakng 1
1.2 Masalah 1
1.3 Rumusan Masalah 1
1.4 Tujuan Masalah 1
1.5 Metode Pengumpulan Data 1
1.6 Manfaat Penulisan 1
1.7 Sistematika Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN ISI
2.1 SINOPSIS 2
2.2 KUTIPAN 5
2.3 ANALISIS INTRINSIK 6
1. Tokoh dan Penokohan 6
2. Tema 6
3. Amanat atau Pesan 7
4. Latar / Setting 7
5. Alur 7
6. Sudut Pandang 7
7. Gaya Penulisan 7
2.4 KAITAN TEMA KARYA DENGAN ZAMAN 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 6
3.2 Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Akhir – akhir ini para pelajar tidak mengetahui apabila mengenal Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang.
. Maka sebab itu penulis membuat karya rincian novel supaya pelajar bisa mengetahui dan mengenal novel tersebut.
1.2 MASALAH
Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang adalah novel yang sangat langkah dan jarang di mengerti oleh kalangan pelajar.
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa kalangan pelajar tidak mengetahui novel – novel terbitan lama?
2. Bagamana caranya agar pelajar mau menyukai novel – novel terbitan lama?
1.4 TUJUAN MASALAH
Penulis mengapresiasikan Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang bertujuan agar pelajar dapat memahami isi dari novel tersebut dan melengkapi syarat untuk ujian praktek tahun ajaran 2009 / 2010.
1.5 METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data ini menggunakan kajian pustaka dan dari internet serta buku - buku.
1.6 MANFAAT PENULISAN
Memberikan ilmu tentang Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Karya ini disusun dalam bentuk – bentuk BAB.
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN ISI
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN DAN ISI
Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang
Berjudul Layar Terkembang
2.1 SINOPSIS
Roman Layar Terkembang menceritakan perjuangan wanita Indonesia beserta cita-citanya. Dua gadis bersaudara memiliki perangai yang berbeda. Maria adalah seorang dara yang lincah dan periang, sedang Tuti selalu serius dan aktif dalam kegiatan wanita. Maria memiliki badan yang ramping, ia baru berusia dua puluh tahun dan sekolah di H.B.S Carpentier Alting Stichting kelas penghabisan. Tuti adalah kakak dari Maria, badannya tegak dan agak gemuk. Ia telah berusia dua puluh lima tahun dan menjadi guru di Sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka adalah anak Raden Wiriaatmaja , mantan wedana di daerah Banten dan ketika pensiun pindah ke Jakarta.
Pada hari minggu, kedua bersaudara itu pergi melihat-lihat akuarium di pasar ikan. Ketika sampai di tempat tujuan, Maria kagum melihat ikan-ikan yang indah permai. Maria adalah seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Ia cepat mengungkapkan perasaannya, baik perasaan senang maupun sedih. Berbeda dengan kakaknya, Tuti bukan seorang yang mudah kagum dan heran melihat sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia merasa pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu yang ingin dicapainya. Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri, oleh karena itu ia jarang memuji.
Perbedaab sifat dan tingkah laku yang seperti siang dan malam itu tidak mengganggu tali ikatan persaudaraan mereka. Ibu mereka telah meninggal dua tahun yang lalu, sehingga mereka tinggal bertiga dengan ayah mereka. Setelah beberapa lam mereka asyik melihat-lihat ikan lalu keluarlah mereka. Ketika daun pintu yang besar dibuka oleh mereka, terlihat laki-laki muda mengangkat kepalanya melihat kearah mereka. Beberapa lama gadis itu berjalan-jalan di beranda akuarium mengamatiikan-ikan yang aneh yang tersimpan dalam kaca dan botol. Mereka akhirnya berjalan menuju tempat sepeda mereka masing-masing. Ketika itu, keluarlah pemuda dari dalam dan menghampiri kedua gadis itu sebab sepedanya terletak dekat dengan sepeda mereka. Akhirnya mereka berkenalan dengan pemuda tersebut yang ternyata bernama Yusuf.
Yusuf adalah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan. Yusuf adalah seorang mahasiswa kedokteran,yang pada masa lalu dikenal dengan sebutan Sekolah Tabib Tinggi. Ia tinggal bersama saudaranya yang tinggal di Sawah Besar di Daerah Jawa.
Sejak perkenalan itu, Yusuf tidak berhenti-hentinya memikirkan Tuti dan Maria. Namun yang lebih ia pikirkan adalah Maria. Maria telah menarik hatinya. Muka Maria lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum. Di jalan Gang Heuber turun seorang anak muda dari sepeda, ia adalah Yusuf. Dalam sepuluh hari, ia telah lima kali datang ke rumah R.Wiriaatmaja. Setiap pagi ia menunggu Maria di depan Alaidruslaan dan dari sana mereka bersama-sama pergi ke sekolah. Tuti dan Ayahnya merasa bahwa Maria dan Yusuf sedang jatuh cinta.
Yusuf berkunjung ke rumah wiriaatmaja. Kedatangannya disambut dengan lemah lembut dan hormat. Setelah meletakan sepedanya, Yusuf duduk bersama Tuti dan Maria. Tidak berapa lama mereka berbincang-bincang, kemudian terlihat seorang laki-laki yang kira-kira tiga puluh lima tahun usianya turun dari delman dan masuk ke pekarangan menuju ke meja tempat ketiga anak muda itu duduk. Ternyata yang dating adalah parta. Ia adalah adik ipar dari Wiriaatmaja. Lalu ia pun duduk bersama mereka. Tak berapa lama datanglah Wiriaatmaja menghampiri mereka. Wiriaatmaja terlihat sangat bahagia menyambut kedatangan iparnya itu. Merekapun berbincang-bincang, didalam perbincangannya Partadiharja mengeluh tentang adiknya yang bernama saleh yang bekerja di kantor justisi sebagai ajun komis yang gajinya lumayan besar, tiba-tiba mengundurkan diri tanpa alas an yang jelas dan tanpa sepengetahuan famili terlebih dahulu. Tuti memberikan pendapat yang berbeda dari sudut pandang yang berbeda pula namun hal tersebut malah menjadi pertentangan antara Tuti dengan Parta. Akhirnya Tuti memutuskan untuk diam karena ia tahu bahwa pertentangannya itu tidak akan mendatangkan atau membuahkan hasil malah mungkin ia akan dibenci oleh pamannya tersebut. Tak berapa lama senjapun mulai terlihat, partadiharja pun pulang. Dan ketika beduk magrib berbunyi, Wiriaatmaja masuk meninggalkan ketiga anak muda yang berada di halaman untuk pergi sembahyang. Setelah kepergian Wiriaatmaja, merekapun berbincang-bincang tentang agama, yang ujung-ujungnya terjadi pertentangan antara ketiganya namun pertentangan tersebut tidak brlangsung lama karena terdengar bunyi langkah kaki Bapaknya. Karena mereka tidak mau ada pertengkaran dengan Bapaknya maka iapun memutuskan untuk mengakhiri perbincangan tentang agama tersebut.
Setelah sejam lamanya keempat orang tersebut becakap-cakap tentang bebagai topik maka kira-kira pukul delapan, Yusuf pamit untuk pulang.
Yusuf berlibur ke rumah orang tuanya di mertapura untuk melepas lelah setelah ujian kedokteran. Selama di Mertapura Yusuf berkirim-kiriman surat dengan Maria. Yusuf menceritakan pengalamannya selama di Mertapura dan Maria menceritakan keadaannya yang kesepian ditinggalkan saudaranya pergi menghadiri kongres. Seiring berjalannya waktu, timbullah benih-benih cinta antara Maria dan Yusuf. Merekapun saling berjanji akan menikah di kemudian hari. Hal tersebut diceritakan oleh maria kepada Tuti dan Rukamah sepupu maria.
Dinding Gedung Permufakatan berat berhias daun kelapa dan daun beringin, disela-sela kertas merah putih. Di dinding sebelah kanan nyata jelas tersusun huruf “Pemuda Baru”, dan di sebelah kiri tertulis “Kongres Kelima”. Bau daun yang segar memenuhi seluruh ruangan yang girang gembira dan terlihat cahaya lampu listrik yang terang benderang. Di depan ruang itu terdapat layer berwarna ungu berombak-ombak.
Dari pintu yang terbuka lebar terlihat orang - orang yang berdatangan tiada henti-henti. Makin banyak orang yang duduk di kursi dan bangku yang tersusun di dalam gedung, diluar masih banyak terlihat orang-orang berduyun-duyun datang dari jalan raya Dari pintu bawah sebelah kanan, masuklah Maria kedalam ruangan lalu ia naik ke anak tangga dan mencari-cari Yusuf dan Tuti. Setelah Yusuf terlihat olehnya, maka dengan cepat ia memanggilnya untuk bersiap-siap memulai pertunjukkan.
Pukul delapan datanglah seorang anak muda keluar dari belakang layer. Dengan suara nyaring, ia memberi sambutan kepada penonton dan membacakan keputusan kongres. Ia juga memberitahu bahwa akan ada pertunjukkan yang diharapkan dapat menjadi kenang-kenangan yang indah dan tak terlupakan. Lalu ia pun kembali ke belakang layer.
Tak berapa lama setelah ia kembali kebelakang layar yang tertutup, diiringi oleh tepuk tangan yang ramai, maka terbukalah layar yang ungu berombak-ombak tersebut. Ketika itu juga, padamlah lampu dalam gedung itu dan di atas podium terpasang cahaya biru, amat dahsyat sehingga menyinari pemandangan yang permai dan memikat itu.
2.2 KUTIPAN
• Alinea 2 halaman 1 : Gadis berdua itu adik dan kakak, hal itu terang kelihatan pada air mukanya.
• Alinea 3 halaman 1 : Tuti yang tertua diantara dua saudara itu, telah dua puluh lima tahun usianya, sedang adiknya Maria baru dua puluh tahun.
• Alinea 3 halaman 2 : Sekian perkataan itu melancar dari mulutnya sebagai air memancar dari celah gunung.
• Alinea 5 halaman 2 : Air mata dan gelak berselisih di mukanya sebagai siang dan malam.
• Alinea 5 halaman 2-3 : Yang lain perempuan dalam arti penjelmaan pancaran siang dan malam yang tiada terhambat-hambat, berlimpah-limpah menggenangi segala sesuatu disekitarnya dengan kepenuhan kalbunya. Bagi Maria sendiri yang masih sebagai anak burung mengepak-ngepakan sayap, belum mendapat tempat bertengger, pimpinan Tuti yang tiada dinyatakan benar kepadanya itu terasa sebagai keamanan.
• Alinea 1 halaman 3 : Mereka mendapat, merapat digerakkan oleh suatu gerak yang tiada terkaji, seperti anak ayam berkumpul pada induknya digerakkan oleh sesuatu tenaga yang tiada dapat diketahui.
• Alinea 5 halaman 11 : Tuti yang mengatakan bahwa tiap-tiap manusia harus menjalankan penghidupannya sendiri, sesuai dengan deburan jantungnya, bahwa perempuanpun harus mencari bahagianya dengan jalan menghidupkan sukmanya
• Alinea 4 halaman 12 : Yusuf ialah Putra Demang Munaf di Mertapura di Kalimantan Selatan.
• Alinea 11 halaman 17 : Bangsa kita haus akan pengajaran dan sebenarnya berbahagialah orang yang dapat serta membantu mempersembahkn air kepada orang berjuta yang kehausan.
• Alinea 3 halaman 29 : Agama itu dikerjakan apabila tak ada suatu apa lagi diharapkan dari hidup ini. Jika sudah putusasa akan hidup, barulah mencari agama. Pada agama diredakannya, perasaan takutnya akan mati, yang datang mendekat tiada terelakan lagi. Tak perduli ia tiada diketahuinya, yang oleh karena itu baginya mengandung rahasia itu, diredakannya perasaan takutnya akan rahasia mati yang nyata kelihatan kepadanya mengancamnya. Agama yang serupa itu, masakah ia akan dapat menarik pemuda-pemuda yang belum merasa kecemasan akan mati, yang masih penuh harapan menghadap hidup?
• Alinea 3 halaman 31 : Kalau saya akan memegang agama, maka agama itu ialah yang sesuiadengan akal saya, yang terasa oleh hati saya. Agama yang lain dari itu, saya anggap seperti bedak tipissaja, yang luntur kena keringat
2.3 ANALISIS INTRINSIK
1. Tokoh dan Penokohan
Tuti : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang
aktif dalam berbagai kegiatan wanita,selalu serius,jarang memuji,pandai dan cakap dalam mengerjakan sesuatu.
Maria : Anak Raden Wiriaatmaja, seseorang yang
mudah kagum,mudah memuji dan memuja,lincah dan periang.
Yusuf : Seorang pemuda terpelajar yang modern. Ia adalah
mahasiswa kedokteran. Sifatnya baik hati dan berbudi luhur.
Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang
memegang teguh agama,baik hati dan penyayang.
Partadiharja : Adik Ipar Wiriaatmaja, seseorang yang baik hati, teguh pendirian dan peduli antarsesama.
Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat
peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani.
Ratna : Istri saleh, Seorang petani yang pandai dan baik hati.
2. Tema : Perjuangan Wanita Indonesia
Roman ini memperkenalkan masalah wanita Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah lain yang dipersoalkan dalam roman ini, yaitu masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah agama. Roman ini menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti.
3. Amanat atau Pesan
Cinta dan pengorbanan kadang selalu berjalan seiring.
Dibalik kelebihan seseorang terdapat kelemahan.
Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
4. Latar / Setting ;
• Gedung Akuarium di Pasar Ikan,
• Rumah Wiriaatmaja,
• Mertapura di Kalimantan Selatan,
• Rumah Sakit di Pacet,
• Rumah Partadiharja,
• Gedung Permufakatan.
• Waktu : Tahun 30-an
5. Alur : Maju
Karena dalam cerita tidak ada yang menceritakan kemasa lampau.
6. Sudut Pandang : Orang ke-3 yang ditandai dengan menggunakan
nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya.
7. Gaya Penulisan : Romantisme
Didalam novel ini banyak ditemukan majas personifikasi dan banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak rancu dan sulit dimengerti.
2.4 KAITAN TEMA KARYA DENGAN ZAMAN.
Dalam novel ini diceritakan tentang kaum wanita yang mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya yang mempunyai wawasan luas dan bercita-cita tinggi. Hal tersebut sesuai dengan zaman pembuatan novel ini yang kala itu gelora Sumpah Pemuda masih bergema. Baik kaum pria maupun wanita aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Disini berbagai macam pengamatan terhadap karya novel berupa novel angkatan Balai Pustaka tersebut saya menyimpulkan bahwa tidaklah mudah untuk melestarika serta mengapresiasikan sebuah karya sastra yang berupa novel sangat memerlukan kejerlian.
Tetapi dari mengapresiasikan novel kita dapat mengetahui isi novel dan mempelajari dan meneladani hal-hal dari novel tersebut.
3.2 SARAN
Sebaiknya dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, sebagai generasi penerus kita harus melestarika karya sastra lama. Karena sekarang sedikit orang yang tertarik oleh karya sastra lama karena tergeser oleh karya modern yang lebih menarik perhatian orang.
DAFTAR PUSTAKA
2005.BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNTUK SMP/MTS KELAS IX.PEKANBARU:PT Sutr Benta Perkasa Departemen Pendidikan Nasional.2007 KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA.Jakarta:Balai Pustaka
Ambary,Abdullah.H.Drs,Aripin.zenal.S.pd.J.B
http://kd-sumedang.upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=96:sutan-takdir-alisyahbana-layar-terkembang&catid=51:apresiasi-sastra&Itemid=75
KARYA SUTAN TAKDIR ALISYAHBANA YANG
BERJUDUL LAYAR TERKEMBANG
DISUSUN UNTUK MELENGKAPI TUGAS BAHASA INDONESIA SEBAGAI SYARAT MENGIKUTI UJIAN UAN
OLEH :
NAMA : KEVIN LILIA C.
NIS : 2533
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 CLURING
Jalan Kerinci Tamanagung – Cluring Telp (0333) 397688
Banyuwangi
2009 / 2010
LEMBAR PENGESAHAN
DISETUJUI
GURU PEMBIMBING KEPALA SEKOLAH
KELAS IX F SMP NEGERI 2, CLURING
SUKITRI, S. Pd SENO, S. Pd. M. Pd
PENYUSUN
KEVIN LILIA C.
NIS. 2533
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah diberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyusun Tugas Bahasa Indonesia mengapresiasi Novel karya Sutan Takdir Alisyahbana yang Berjudul Layar Terkembang. Tujuan diberikan tugas ini adalah sebagai syarat mengikuti Ujian praktek. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu baik moral atau material untuk terselesainya tugas ini di antara lain kepada :
1. Kepada Kepala Sekolah
2. Kepada guru pembimbing yang ada di sekolah
3. Kepada kedua orang tua dan
4. Kepada teman – teman yang tidak bisa disebut satu demi satu.
Penulis berharap dengan adanya tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari sepenuhnya dalam karya tulis ini bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan serta masih jauh dari sempurna, hal itu terjadi karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu dengan rendah hati penulis mohon kritik dan saran yang membangun dalam membentuk karya demi kebaikan di masa depan.
Cluring, 09 April 2010
KEVIN LILIA C
Nis : 2533
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakng 1
1.2 Masalah 1
1.3 Rumusan Masalah 1
1.4 Tujuan Masalah 1
1.5 Metode Pengumpulan Data 1
1.6 Manfaat Penulisan 1
1.7 Sistematika Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN ISI
2.1 SINOPSIS 2
2.2 KUTIPAN 5
2.3 ANALISIS INTRINSIK 6
1. Tokoh dan Penokohan 6
2. Tema 6
3. Amanat atau Pesan 7
4. Latar / Setting 7
5. Alur 7
6. Sudut Pandang 7
7. Gaya Penulisan 7
2.4 KAITAN TEMA KARYA DENGAN ZAMAN 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 6
3.2 Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7