PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
  Perkembangan filsafat abad ke-20 ditandai oleh munculnya  berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran itu merupakan  kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang telah berkembang pada abad  modern, seperti: neo-thomisme, neo-kantianisme, neo-hegelianisme,  neo-marxisme, neo-positivisme, dan sebagainya. Namun demikian, ada juga  aliran filsafat yang baru dengan cirri dan corak yang lain sama sekali,  seperti: fenomenologi, eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme,  dan yang mutakhir adalah aliran postmodernisme. (Musyansir, 1999: 90)
  Pada bagian ini hanya membicarakan tentang aliran pragmatisme  dan tokoh yang paling berpengaruh di dalamnya.
  Pragmatisme merupakan gerakakan filsafat Amerika yang menjadi  terkenal selama satu abad terakhir. Aliran filsafat ini merupakan suatu  sikap, metoe, dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari  pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran.
1.2.  Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan pragmatisme?
 - Bagaimana pemikiran William James dalam filsafat?
 - Bagaimana pemikiran John Dewey dalam filsafat?
 
1.3.  Tujuan
- Menjelaskan definisi tentang pragmatisme
 - Menjelaskan tentang pemikiran William James
 - Menjelaskan tentang pemikiran John Dewey
 
PEMBAHASAN
  Pragamtisme berasal dari bahasa yunani, yaitu pragma yang  berarti guna, tindakan, atau perbuatan. Satu-satunya ukuran bagi  berpikir ialah gunanya. Jadi, pengertian atau keputusan itu benar, jika  pada praktek dapat dipergunakan.
  Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan  bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan  perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini  bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat praktis.  Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima  sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat  yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme  adalah “manfaat bagi hidup praktis”. (Praja, 2005: 171) 
  Kelompok pragmatisme bersikap kritis terhadap sistem-sistem  filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme,  idealisme, dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu filsafat  telah keliru karena mencari hal-hal mutlak, yang ultimate,  esensi-esensi abadi, substansi, prinsip yang tetap an sistem kelompok  empiris, dunia yang berubah serta problema-problemanya, dan alam sebagai  sesuatu dan manusia tidak dapat melangkah keluar keluar dari padanya.
 Di bawah ini adalah beberapa tokoh  atau ahli pikir yang dapat dimasukkan pada golongan penganut  pragmatisme, yaitu:
2.1.  William James (1842-1910 M)
  William James dilahirkan di New York pada tahun 1842 M, dan  dosen di Harvard University dalam mata kuliah anatomi, fisiologi,  psikologi dan dan filsafat. Karya-karyanya antara lain, The  Principles of Psychlogy (1890), The Will to Believe (1897),  The Varietes of Riligious Experience (1902), dan Pragmatism (1907)
  Ia memandang pemikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme  Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun  kenyataan berdasarkan atas fakta-fakta lepas sebagai hasil pengamatan.  James membedakan dua macam bentuk pengetahuan, pertama:  pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan, kedua:  merupakan pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan malalui  pengertian. (Mustasyir, 1999: 95)
  Pemikiran yang dicetuskannya adalah aliran atau paham yang  menitik beratkan bahwa kebenaran ialah apa yang membuktikan dirinya  sebagai yang benar dengan memperhatikan kegunaanya secara praktis.
  Di dalam bukunya “The Meaning of Truth” James  mengemukakan, bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang  bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.  Sebab pengalaman kia berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar  dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam  prakteknya apa yang benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.  (Sudarsono, 2001: 337)
  Di dalam bukunya, The Varietes of Riligious Experience,  James mengemukakan bahwa gejala-gejala keagamaan itu berasal dari  kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan  diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. (Praja, 2005: 172).
  Tentang definisi agama, James mengambil definisi psikologi,  bahwa agama merupakan perasaan, tindakan, dan pengalaman manusia  individual dalam kesunyian bersama Yang Maha Tinggi. Intinya kepercayaan  pada ketinggian. Ia mengatakan bahwa agama itu perlu karena berguna  bagi kehidupan manusia, membuat orang jadi lebih baik.
  Ada kebenaran yang yang dapat di uji secara epiris, ada  kebenaran yang hanya di uji secara logis, bahkan ada kebenaran yang  hanya dapat di uji dengan kekuatan rasa.
  Bagi James, pengertian atau putusan itu benar, jika pada praktek  dapat dipergunakan. Putusan yang tak dapat dipergunakan itu keliru.  Pengertian atau keputusan itu benar, tidak saja jika terbukti artinya  dalam keadaan jasmani ini, akan tetapi jika bertindak (dapat  dipergunakan) dalam ilmu, seni, dan agama. (Poedjawijatna, 1980: 128)
2.2.  John Dewey (1859-1952 M)
 Dewey lahir di Baltimore dan  kemudian menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kamudian juga di  bidang pendidikan di Chicago (1894-1904) dan akhirnya di Universitas  Colombia (1904-1929).
  Dewey adalah seorang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan  untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur  kehidupan manusia serta aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.  (Praja, 2005: 173)
  Bagi John Dewey, manusia itu bergerak dalam kesunguhan yang  selalu berubah. Jika Ia sedang menghadapi kesulitan, maka mulailah ia  berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Jadi, berpikir tidaklah lain  daripada alat untuk bertindak. Pengertian itu lahir dari pengalaman.  ((Poedjawijatna, 1980: 128)
  Pandangannya mengenai filsafat sangat jelas bahwa filsafat  memberi pengaruh global bagi tindakan dalam kehidupan secara riil.  Filsafat harus bertitik tolak pada pada pengalaman, penyelidikan, dan  mengolah pengalaman secara aktif dan kritis. Oleh karena iu, filsafat  tidak boleh tenggelam dalam pemikiran yang metafisis yang tidak ada  gunanya.
  Pandangan tentang penyelidikan, benar ialah apa yang pada  akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya. Kebenaran  ditegaskan dalam istilah-stilah penyelidikan. Segala pernyataan yang  kita anggap benar pada dasarnya dapat berubah. ((Sudarsono, 2001: 339)
  Mengenal adalah berbuat. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya  untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya  adalah metode induktif. Metode ini bukan hanya berlaku bagi ilmu  pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-persoalan social dan  moral.
  Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai  penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan  meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama,  kata “temporalisasi” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata  dalam waktu. Kedua, kata “futurisme” mendorong kita untuk melihat hari  esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, kata “milionarisme” berarti  bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita.
KESIMPULAN
  Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan  bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan  perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
 James (1842-1910 M), mengemukakan,  bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat  tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab  pengalaman kia berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam  perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam  prakteknya apa yang benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.  Menurutnya, pengertian atau putusan itu benar, jika pada praktek dapat  dipergunakan. Putusan yang tak dapat dipergunakan itu keliru.
  John Dewey (1859-1952 M), menyatakan bahwa, manusia itu bergerak  dalam kesunguhan yang selalu berubah. Jika Ia sedang menghadapi  kesulitan, maka mulailah ia berpikir untuk mengatasi kesulitan itu.  Jadi, berpikir tidaklah lain daripada alat untuk bertindak. Pengertian  itu lahir dari pengalaman. Pandangannya mengenai filsafat sangat jelas  bahwa filsafat memberi pengaruh global bagi tindakan dalam kehidupan  secara riil. Filsafat harus bertitik tolak pada pada pengalaman,  penyelidikan, dan mengolah pengalaman secara aktif dan kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Musytansyir,  Rizal dan Misnal Munir. 1999. Filsafat Ilmu. Bandung: Pustaka  Setia
Poedjawijatna.  1980. Pembimbing kearah Alam Filsafat. Jakarta: Pustaka  Sarjana
Praja,  Juhaya S. 2005. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:  Predana Media
Sudarsono.  2001. Ilmu Filsafat, Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta